Engkau masih ingat pohon jeruk yang engkau tanam di depan rumah itu? Kini, tingginya sudah selututku. Duri-durinya sudah cukup kuat untuk menusuk kulit tanganku. Aku mengaduh segaduh-gaduhnya saat duri itu menembus kulitku. Daunnya hijau. Ada hijau muda. Ada hijau tua. Beberapa helai daun nampak terkikis. Seperti ada yang menggerogoti. Tentu itu ulah si ulat. Tubuhnya hijau dan gemuk-gemuk. Aku jijik dan geli melihatnya. Berkali-kali aku mohon sudi kiranya engkau mencabut pohon jeruk itu.
—
Tentu, aku masih ingat dengan pohon jeruk itu. Aih…tak aku sangka pohon jeruk itu akan menyakitimu. Merusak jari tanganmu yang mungil. Biarlah nanti aku potong-potong durinya menjadi serpihan-serpihan kompos. Kalau ada semangka tanpa isi, maka akan ada pohon jeruk tanpa duri. Keren, kan? Continue reading
You must be logged in to post a comment.